Di balik Ideologi Gerakan Mahasiswa
Kampus
merupakan lahan ilmu yang ternyata menyimpan banyak misteri ideologi, mulai dari
ideologi keagamaan sampai ideologi sekuler.
Mahasiswa merupakan sasaran empuk yang sangat mudah dirasuki oleh ideologi-ideologi
tersebut, karena pemikiran mereka yang cenderung jernih, lugu, dan mengagungkan
sesosok tokoh mahasiswa yang tercitrakan sebagai aktifis berprestasi atau jabatan
yang sekiranya dapat dijadikan panutan bagi dirinya. Oleh karena itu, jargon
“siapa cepat dia dapat!” merupakan parameter yang tepat untuk menggambarkan mengapa
kita harus menyambut mahasiswa baru dengan acara yang terkemas rapi. Semakin kita
dapat melakukan sambutan yang baik kepada mereka, maka akan semakin besar
pula kita untuk dapat rasuki ideologi tertentu kedalam pikiran mereka.
Ideologi
adalah prinsip, yaitu keyakinan yang mengarahkan perilaku mahasiswa. Pada umumnya
ideologi dijadikan sasaran arah langkah perbuatan mahasiswa, bertindak demi
kebaikan orang banyak. Meskipun begitu, tetap ada pengecualian untuk mahasiswa dengan
tipe karyawan. Mereka cenderung untuk bersikap apatis, hanya berfikir bagaimana
mendapatkan sebuah hasil belajar dengan IPK setinggi-tingginya, bak dewa yang
akan menghantarkan mereka kesebuah lahan pekerjaan. Mereka inilah yang biasa disebut
sebagai mahasiswa kupu-kupu (kuliah- pulang- kuliah- pulang).
Mahasiswa
dan ideologi adalah dua hal yang tidak dapat dipisahkan. Sejarah mencatat bahwa
ideologi mahasiswa mampu meruntuhkan rezim yang pada akhirnya mampu mengubah garis
sejarah. Misalkan pada tragedi 1998, saat itu mahasiswa mampu merobohkan era
orde baru yang kurang lebih 32 tahun telah menghegemoni bangsa Indonesia. Mahasiswa
adalah kaum intelektual sebagai pioneer
perjuangan yang memperjuangkan nasib rakyat dan kaum tertindas.
Kini
zaman mulai berubah, tantangan yang dihadapi mahasiswa pun ikut berubah. Mahasiswa
tidak lagi dihadapkan pada seorang pemimpin yang memiliki kuasa penuh atas negaranya,
namun lebih kepada banyak kepentingan yang berusaha menjadikan negara sebagai tempat
untuk berkuasa. Tekait hal tersebut, nampaknya partai politik sudah menjadi rahasia
umum untuk dibicarakan. Sudah banyak parpol yang berdiri di negara ini, karena saat
ini parpol memiliki peran sebagai jasa angkut untuk memperoleh kekuasaan. Kekuatan
parpol kini menjadi kendaraan untuk memperoleh kekuasaaan secara instan. Jika begini,
kepentingan rakyat Indonesia pun terpecah menjadi beberapa golongan sesuai dengan
kepentingan rakyat yang seperti apa yang akan dibela oleh masing-masing parpol.
Seperti golongan rakyat jelata, rakyat elit, rakyat religius, dll.
Sejak
era reformasi banyak perkembangan yang terjadi pada dunia pendidikan di bangsa ini,
terutama pada tendensi mahasiswa yang membutuhkan penyesuaian dan pembinaan,
baik dalam kebijakan ataupun organisasi eksternal. Melakukan pengayaan pengetahuannya,
mahasiswa pun perlu mengikuti kegiatan-kegiatan, baik oleh organisasi intra
ataupun organisasi ekstra. Hal ini tertera pada SK Dirjen Dikti no. 26/DIKTI/KEP/2002 tentang pelarangan organisasi ektra untuk
masuk ke dalam kampus. Kondisi yang sangat riskan pada kontek ini adalah organisasi
ektra cenderung lebih mudah digunakan sebagai alat kepentingan parpol sehingga dapat
mengganggu suasana kampus sebagai tempat menimba pengetahuan. Namun, apakah peraturan
tersebut benar-benar telah dilaksanakan ?
Cara
cerdas yang dilakukan untuk mempropagandakan kepentingan politik ternyata mampu
mengecoh peraturan tersebut. Misalnya, melakukan: 1) Gerakan Struktural, yaitu Gerakan membangun basis dukungan institusi,
eleman internal kampus dan eksternal kampus. 2) Gerakan Kultural, yaitu Gerakan melayani masyarakat kampus,
terutama mahasiswa, dan memastikan kehadiran golongan berkepentingan politik ini
adalah anugerah terindah untuk kampus tercinta. 3) Gerakan Kader: Membagun
basis kader melalui perekrutan secara massif (kuantitas) dan peningkatan kualitas
kader agar kader-kadernya di kenal publik sebagai kader yang berkualitas tinggi
dan mampu menunjukkan Wajah panutan secara benar sebagaimana kualitas-kualitas dalam
kaderisasi yang dijalani.
Kasat
mata terlihat begitu cerdas ketika gerakan-gerakan tersebut berkecimpung di dalam
sistem organisasi intra kampus. Namun, nampaknya kecerdasan tersebut hanya dimiliki
oleh penguasa-penguasa yang beredar pada jabatan tinggi dalam sistem kepartaian
tersebut karena mau tidak mau mereka menutupi kepentingan politiknya dengan selimut
wacana yang dianggap baik di mata publik.
Jika
sudah seperti ini, gerakan intelektual dan moral tak lagi pantas disandang oleh
mahasiswa. Gerakan ini terkesan seperti melakukan pembodohan dan mungkin bisa saja
menghalalkan berbagai cara demi kepentingan politiknya. Belum lagi bila memikirkan
realitasnya, sebuah parpol yakni: membutuhkan kondisi keuangan yang baik untuk melancarkan
gerakannya. Miris sekali jika itu diperoleh dari SPP mahasiswa apabila gerakan-gerakan
ini berada pada intra kampus. Oleh karena itu dirjen dikti mengeluarkan SK
tentang pelarangan organisasi ekstra untuk masuk dalam kampus karena riskannya wilayah
mahasiswa apabila terkontaminasi dengan partai politik.
Sejatinya,
gerakan mahasiswa adalah gerakan berbasis intelektual dan moral. Hati nurani mahasiswa
adalah ideologi yang harus dikembalikan. Hati yang memiliki hak untuk selalu merasakan
hati rakyat dan bukan digunakan sebagai robot kekuasaan politik. Memiliki daya kritis
serta menjunjung tinggi gerakan budaya membaca, menulis dan berdiskusi.
Hidup Mahasiswa
Indonesia !!
Handoko
Tri Saputra
Mahasiswa
P. ADP 2010
PJS
Ketua BEM FIS UNY 2012
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Redaksi Lentera mengucapkan terimakasih atas kritik dan saran.
Redaksi menerima berbagai macam tulisan opini, artikel maupun info berita dll, kirim ke emali : bemfisuny@ymail.com atau langsung ke kantor kesekretariatan BEM FIS UNY di Kompleks Gedung Merah Fakultas Ilmu Sosial UNY, Telp/sms. 085790204920
JANGAN LUPA UNTUK MENINGGALKAN KOMENTAR !!!