Demonstrasi merupakan sesuatu hal yang wajar dan lumrah dalam
suatu negara yang berbasis demokrasi, seperti Negara Indonesia. Ini merupakan
salah satu bentuk nyata negara dalam memberikan kebebasan berpendapat. Aturan
itu termaktub dalam UUD 45 ataupun UU No. 9 Tahun 1998 Pasal 9 Ayat 1 Tentang
Kebebasan Berpendapat Di Depan Umum. Bentuk pelaksanaannya berupa unjuk rasa
atau demonstrasi, pawai, rapat umum atau mimbar bebas. Tentunya tidak wajar
bila negara demokrasi tetapi tidak membuka ruang dan peluang bagi masyarakat
untuk menyampaikan aspirasi, termasuk melalui demonstrasi karena fungsi
demontrasi sendiri merupakan bagian dari salah satu bentuk pngawasan dan
kontrol terhadap berjalannya roda pemerintahan yang ada.
Hal terpenting untuk dilakukan saat ini adalah bagaimana
mewujudkan demonstrasi yang damai dan tidak menggagu ketertiban umum. Sehingga
apa yang disampaikan dapat didengar kalayak umum baik masyarakat, penguasa,
pejabat, maupun elit politik negara. Mengingat demonstrasi yang berkembang dan
terjadi diberbagai daerah baik yang dilakukan oleh masyarakat, LSM, Ormas,
Parpol, maupun mahasiswa seringkali berujung anarkis dan ricuh.
Mahasiswa yang notabene sebagai kaum intelektual muda
sepatutnya menyadari betul bahwa demonstrasi anarkis yang dilakukan oleh
beberapa mahasiswa diberbagai perguruan tinggi baik negeri maupun swasta
anarkis dan jelas merugikan berbagai kalangan pihak. Hal ini juga merupakan
preseden buruk dan kontra produktif terhadap visi perjuangan para demonstran
sendiri.
Demonstrasi pada dasarnya bisa membawa sebuah pencerahan
terhadap permasalahan yang ada dengan mengusung suara aspirasi yang kritis,
aspiratif, dan solutif yang mewakili seluruh keinginan dan harapan bersama
untuk sebuah kemajuan dan kebaikan negara. Namun hadirnya demonstrasi kini
banyak sekali melenceng dari yang diharapkan. Demonstrasi bukannya membawa
suatu solusi, tetapi justru membawa problem baru yang berdampak merugikan.
Kondisi ini terlihat dari anarkisme massa yang merusak
berbagai sarana prasarana yang ada dan menggangu ketertiban umum, seperti
memblokade jalan yang menggangu pengendara umum, membakar ban bekas, spanduk,
foto-foto, bendera, merusak pagar, dan fasilitas-fasilitas umum lain
sebagainya.
Mahasiswa yang merupakan gudang intelektual seharusnya lebih
bisa menjadi contoh bagi generasi penerus yang idealis, kritis, cerdas. Dengan
keintelektualan mahasiswa, sepatutunya bijak dalam menyikapi segala isu yang
ada dan berkembang. Sehingga mahasiswa tidak cenderung anarkis dan gegabah
dalam menentukan sikap. Demikian itu adalah mahasiswa yang mampu mengoptimalkan
otak dari pada otot, karena sejatinya mahasiswa merupakan kaum terpelajar dan
intelektual yang sepatutnya menjadi panutan yang baik bagi generasi selanjutnya
sebagai agen perubahan “agent of change”.
Tidak dipungkiri pula bahwa masih banyak mahasiswa yang menjunjung
tinggi perdamaian/AKSI damai. Pertanyaannya bagaimana mahasiswa bisa mewujudkan
AKSI atau demonstrasi yang damai dan tidak anarkis?
Pertama, mahasiswa seharusnya mampu memanajemen AKSI yang
baik. Mahasiswa harus mampu mengontrol dan mengkoordinir diri sendiri maupun
para anggota demonstran lainya. Kedua, mahasiswa seharusnya mengetahui duduk
permasalahan isu apa yang sedang terjadi atau aspirasi apa yang akan di
sampaikan. Kata lain adalah pencerdasan terhadap isu yang diangkat. Bisa jadi
mahasiswa yang turut dalam demonstrasi, sebenarnya mereka nol dan tidak tahu
menahu apa yang sedang diaspirasikan. Lebih buruknya lagi mereka melakukan
bukan atas dasar tujuan keinginan bersama, tetapi lebih karena gengsi ataupun
karena ikut-ikutan dan kemungkinan besar karena kepentingan lain. Ketiga adalah
mahasiswa ataupun masyarakat lebih bersikap dewasa dan bijaksana terhadap
pemberitaan di berbagai media. Terkadang apa yang diberitakan media tidaklah
sesuai dengan kondisi lapangan yang sebenarnya karena media kini banyak sekali
yang memiliki kepentingan tersendiri dalam pemberitaannya. Apabila mahasiswa
tidak bijak, mereka akan lebih cenderung terprovokasi.
Dan terakhir adalah mahasiswa jangan terpancing provokasi
baik yang dilakukan oleh orang lain maupun aparat petugas keamanan, hal ini
karena sebagain besar unjuk rasa yang seringkali terjadi ricuh adalah juga ulah
para petugas keamanan, dan bukan karena kesalahan sepihak mahasiswa ataupun
yang lainya.
Dari beberapa hal tersebut, semoga demonstrasi yang ada bisa
terarah dan tersalur aspirasinya tanpa merugikan berbagai pihak. Perlu dicatat
bahwa demonstrasi tak selamanya dan tak seharusnya berujung anarkis, selama
kita bisa mengontrol dan sadar akan hak dan kewajiban baik diri sendiri maupun
orang lain.
Banyak yang dapat kita jadikan pelajaran, karena menurut
Busyro Muqoddas dalam bukunya Menata Ulang Indonesia, AKSI/demonstrasi adalah
lahan untuk menguji kepemimpinan mahasiswa yang sebenarnya. Beliau mengatakan
bahwa presentasi kehadiran mahasiswa di dalam kelas yang harus 75% itu cukup
sangat membebani mahasiswa. Negara ini tidak dapat lagi dipercayakan pada
mereka yang mempunyai IPK 4.00* dan 100% yang hadir dalam kelas. Justru negara
ini seharunya dipercayakan pada mereka yang mau turun ke jalan untuk AKSI.
Karena sekali lagi bahwa AKSI adalah lahan bagi para mahasiswa untuk menguji
kepemimpinan mahasiswa.
Terus
berjuang untuk mewujudkan kesadaran demonstrasi damai.
Hidup
Mahasiswa !!!
Hidup
Rakyat Indonesia !!!
Ahmad
Syaiful Hidayat
Mahasiswa
Pendidikan Geografi
Kadept.
Media dan Jaringan
BEM
FIS UNY 2012
*Di muat dalam Opini Kedaulatan Mahasiswa, BEM KM UNY, Edisi
II/ April 2012
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Redaksi Lentera mengucapkan terimakasih atas kritik dan saran.
Redaksi menerima berbagai macam tulisan opini, artikel maupun info berita dll, kirim ke emali : bemfisuny@ymail.com atau langsung ke kantor kesekretariatan BEM FIS UNY di Kompleks Gedung Merah Fakultas Ilmu Sosial UNY, Telp/sms. 085790204920
JANGAN LUPA UNTUK MENINGGALKAN KOMENTAR !!!